Berkembangnya bank syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke negara
Indonesia. Pada awal periode tahun 1980-an, diskusi mengenai bank syariah
sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam
kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwaatmadja, M. Dawam Rahardjo,AM. Saefudin,
M. Amien Azis, dan lain-lain. Beberapa uji coba pada skala yang relatif
terbatas telah di wujudkan. Diantaranya adalah Baitut Tamwil-Salman, Bandung,
yang sempat tumbuh mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam
bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti.(Bank Syariah, 2001:25).
Akan tetapi prakarsa kebih khusus untuk mendirikan bank Islam di
Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada
tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan
di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam
pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta,
22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja
untuk mendirikan bank Islam Indonesia(Bank Syariah, 2001:25).
Istilah lain Bank Syariah adalah Bank Islam. Secara akademik, istilah
islam dan syariah memang mempunayi pengertian yang berbeda. Namun secara teknis
untuk penyebutan Bank Islam dan Bank syariah mempunyai pengertian yang sama.
Bank islam berarti bank yang tata cara beroprasinya didasarkan pada tata cara
muamalat secara islam, yakni mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan
Al-hadis (Warkum Soemitro, 2004:5).
Menurut Karnaen Perwaatmadja, Bank Islam adalah bank yang beroprasi
sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam, khususnya menyangkuttata caa
bermuamalat secara islam. Dalam tata bermuamalat itu di jauhi dari
praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur riba untuk diganti dengan
kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan
(karnaen Perwaattmadja, 1992:1)
0 komentar:
Posting Komentar